Sabtu, 29 September 2012

Ushul Fiqih bagian kedua

Mau tahu hukum-hukum Islam? Cuma beberapa sih. Semoga bermafaat ya...
Dalil Larangan Berzina (QS. Al-Isra' 32)

Dalil Larangan Makan Bangkai (QS Al-Baqarah 217)

Dalil Larangan Berjudi dan Minum Minuman Keras
(QS Al-Baqarah 219)

Dalil Larangan Membunuh
(QS Al-Isra' 33)

Ushul Fiqih bagian pertama

Mau tahu hukum-hukum Islam? Ini ada beberapa hukum Islam. Walaupun sedikit, semoga bermanfaat ya...
JINAYAH
Jinayah adalah perbuatan yang diharamkan karena dapat menimbulkan kerugian atau kerusakan agama, jiwa, akal atau harta benda. Kata jinayah berasal dari kata janayajni yang berarti akhaza (mengambil) yang sering diartikan kejahatan, pidana atau kriminal. Kita ambil contoh pembunuhan a. Pembunuhan yang disengaja adalah seseorang yang secara sengaja (dan terencana) membunuh orang yang terlindungi darahnya (tak bersalah). Untuk pembunuhan yang disengaja dan terencana, maka pihak wali dari terbunuh diberi dua pilihan, yaitu menuntut hukum qishash, atau memaafkan dengan mendapat imbalan diat.

b. Pembunuhan yang seperti disengaja adalah seseorang bermaksud tidak memukulnya namun ternyata oknum yang jadi korban meninggal dunia. Kejadiannya bisa juga seperti ini, ketika seseorang memukul orang lain tidak dengan benda yang mematikan dan tidak pula mengenai organ tubuh yang vital dan sensitif seperti otak, jantung, dll, dan orang tersebut meninggal dunia. Hal seperti itulah yang dikatakan sebagai pembunuhan yang seperti disengaja. Dalam hal ini tiada wajib qishash (balas bunuh) bagi si pembunuh, tetapi diwajibkan ke atas keluarga pembunuh untuk membayar diyat mughallazah (denda yang berat) dengan secara beransur – ansur selama tiga tahun kepada keluarga korban.
c. Pembunuhan yang tidak di sengaja adalah seseorang yang melakukan perbuatan menghilangkan nyawa seseorang tanpa disengaja. Ketika seseorang melakukan hal yang mubah baginya, seperti memanah binatang buruan atau semisalnya, ternyata anak panahnya nyasar mengenai orang hingga meninggal dunia. Bagi si pembunuh tidak dikenakan qishash (balas bunuh) tetapi dia dikenakan diyat mukhafafah (denda yang ringan). Diyat itu dibayar oleh adik-beradik pembunuh dan bayarannya boleh ditangguhkan selama tiga tahun.

Hikmah Mempelajari Jinayah 1. Dengan mempelajari jinayah, maka kita akan mengetahui macam- macam tindakan kriminal dan hukumnya.
2. Dapat mempertebal rasa persaudaraan, karena perbuatan yang dapat merugikan orang lain sangat di benci oleh Allah SWT.
3. Dapat mengingatkan kita akan adab dalam bergaul di masyarakat.
4. Dapat mempertebal rasa keimanan kepada Allah SWT.

QISHASH
Qishash (قصاص) berarti pembalasan (memberi hukuman yang setimpal), mirip dengan istilah "hutang nyawa dibayar nyawa". Dalam kasus pembunuhan, hukum qishash memberikan hak kepada keluarga korban untuk meminta hukuman mati kepada pembunuh. (QS Al Baqarah:178)
(QS Al-Baqarah:179)
(QS Al Maa-idah:45)

DIAT
Diat adalah harta yang diwajibkan kepada si teraniaya atau kepada walinya karena kasus penganiayaan. Diat ada yang berkaitan dengan sesuatu yang bisa diqishash ada pula yang tidak. Diat disebut juga ‘aql, sebab seseorang yang telah melakukan pembunuhan, ia mengumpulkan diat berupa onta, lalu diikat di halaman rumah wali si terbunuh untuk diserahkan kepada keluarganya. (QS An-Nisa 92)
Darinya (datuknya Amr bin Syu’aib) ra ia berkata, “Adalah nilai diat pada periode Rasulullah SAW delapan ratus dinar, atau delapan ribu dirham; sedangkan nilai diat Ahli Kitab pada masa itu separuh dari nilai diat orang muslim. Nilai tersebut berlaku terus hingga Umar ra diangkat sebagai khalifah. Dia berdiri untuk berkhutbah dengan mengatakan, ‘Ketahuilah, sesungguhnya harga onta (sekarang) sangat tinggi,’ Kemudian Umar memfardhukan atas pemilik emas seribu Dinar, atas pemilik kambing dua ribu kambing, dan atas pemilik sapi dua ratus sapi, atas pemilik kambing dua ribu kambing, dan atas pemilik pakaian luar yang bagus dua ratus pakaian yang bagus, Umar membiarkan diat ahludz dzimmah dia tidak meninggikan sebagaimana dia telah meninggikan diat yang lain,” (Hasan: Irwa-ul Ghalil no: 2247 ‘Aunul Ma’bud XII: 284 no: 4519).
Diat terbagi dua, yaitu diat mughallazhah (berat) dan diat mukhaffafah (ringan). Diat mukhafffafah untuk pelaku pembunuhan yang keliru, tidak disengaja, sedangkan diat mughallazhah untuk pelaku pembunuhan yang syibhul ’amdi. Dari Abu Bakar bin Ubaidillah bin Umar dari Umar ra dari Rasulullah SAW, Beliau bersabda, “Pada hidung, bila dipotong hidungnya, diatnya seratus ekor onta, pada tangan (diatnya) lima puluh (ekor onta), pada kaki (diatnya) lima puluh (ekor onta), pada mata (diatnya) lima puluh (ekor onta), pada luka yang mengenai otak (diatnya) sepertiga diat pembunuhan, pada tusukan yang sampai ke bagian dalam (diatnya) sepertiga diat pembunuhan, pada anggota tubuh yang bergeser (diatnya) lima belas (ekor onta), pada luka yang menampakkan tulang (diatnya) lima (ekor onta), pada gigi (diatnya) lima (ekor onta) dan pada setiap jari yang ada (diatnya) sepuluh (ekor onta).” (Shahih karena banyak syahid (saksi penguat)nya: Irwa-ul Ghalil no: 2238, Shahih Nasa’i no: 4513, Musnad al-Bazzar II: 207 no: 1531, Baihaqi VIII: 86).
Syijaj adalah segala macam jika yang mengenai kepala dan wajah. Dan ini ada sepuluh macam:
1.Kharishah, yaitu luka yang mengupas kulit, namun tidak sampai berdarah.
2.Damiyah, adalah luka yang mengeluarkan darah.
3.Badhi’ah, yakni luka yang menyobek daging dengan sobekan yang lebar.
4.Mutalahamah, ialah luka yang menembus daging bagian dalam.
5.Samhaq, yaitu luka, yang mana antara luka dan tulang ada daging tipis.
Jadi itu adalah lima macam luka yang tidak boleh diqishash, karena tidak mungkin
bisa sama dan sepadan, dan tidak ada diat tertentu dan bagi pelakunya diwajibkan hukumah.
6.Mudhihah, yaitu luka yang sampai tulangnya terlihat, diatnya lima ekor onta.
7.Hasyimah, yaitu luka yang memecahkan tulang, diatnya sepuluh ekor onta.
8.Munaqqilah adalah luka yang menyebabkan berpindahnya tulang dari satu tempat ke tempat yang lain. Diatnya lima belas ekor onta.
9.Makmumah atau aamah yakni luka, di mana antara luka dan otak tidak tersisa daging, melainkan daging yang amat tipis dan diatnya sepertiga diat.
10.Damighah ialah luka yang sampai tembus ke otak. Diatny aseperti diat juga.
Jaa-ifah adalah segala tusukan yang menembus bagian dalam, misalnya perut, punggung, dada, tenggorokan dan tempat janin. Diatnya, masing-masing sepertiga diat. Hal ini mengacu pada riwayat Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazim dari bapaknya dari datuknya dari Nabi SAW bahwa Beliau mengirim surat kepada penduduk Yaman. Di antara isinya "Dan, pada jaa-ifah diatnya sepertiga."
Jika seseorang perempuan dibunuh karena tersalah, tidak disengaja, maka diatnya separuh diat laki-laki. Demikian pula diat anggota tubuh perempuan dan pelukaannya adalah separuh dari diat laki-laki dan pelukannya: Dari Syuraih, ia bertutur, “Telah datang kepadaku Urwah al-Bariqi dari sisi Umar ra bahwa diat luka-luka pada laki-laki yang sama dengan yang ada pada perempuan hanyalah pada gigi dan luka yang sampai menampakkan tulang; dan untuk yang lebih parah daripada itu, maka diat perempuan separuh dari diat laki-laki.” (Sanadnya Shahih: Irwa-ul Ghalil VII: 307, Musnad Ibnu Abi Syaibah IX: 300 no: 7546). Manakala ahli kitab dibunuh karena tidak sengaja, karena keliru, maka diatnya separuh diat orang muslim dan diat laki-laki di antara mereka separuhdari diat laki-laki muslim; diat perempuan dari perempuan mereka adalah separuh dari diat perempuan muslim: Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari datuknya ra bahwa Rasulullah SAW memutuskan, bahwa denda bunuh Ahli Kitab adalah separuh dari denda bunuh kaum Muslimin; mereka adalah kaum Yahudi dan Nashrani. (Hasan: Irwa-ul Ghalil no: 2251, Ibnu Majah II: 883 no: 2644, Tirmidzi II: 433 no: 1434, Nasa'i VII: 45 dengan redaksi yang berlainan, dan Abu Daud meriwayatkan dalam ‘Aunul Ma’budXII: 323 no: 4559 dengan lafazh, “DIATUL MU’AHAD NISHFU DIATIL HURRI (diat kafir mu’ahad adalah separuh dari diat orang merdeka, yaitu orang muslim)).
Jika janin meninggal dunia disebabkan ibunya dianiaya baik sengaja maupun tidak, namun sang ibu tidak wafat, maka wajiblah si penganiaya memerdekakan hamba sahaya, baik si janin meninggal pada waktu sedang lahir atau meninggal dalam perut ibunya, baik laki-laki ataupun perempuan. Kemudian jika sang ibu meninggal dunia juga, maka untuknyalah diat janinnya itu:
Adapun jika sang janin lahir, lalu meninggal dunia, maka diatnya utuh. Yaitu jika laki-laki, wajib pembunuh menyerahkan seratus ekor unta kepada keluarga korban, dan jika perempuan maka diatnya lima puluh ekor onta, karena kita yakin meninggalnya janin itu karena penganiayaan, sehingga statusnya mirip dengan bukan janin.
KAFARAT
Berasal dari kata dasar kafara (menutupi sesuatu). Artinya adalah denda yang wajib ditunaikan karena suatu perbuatan dosa, yang bertujuan menutup dosa tersebut sehingga tidak ada lagi pengaruh dosa yang diperbuat tersebut, baik di dunia maupun di akhirat. Kafarat merupakan salah satu hukuman yang dipaparkan secara terperinci dalam syariat Islam.
Perbuatan-perbuatan dosa yang dikenakan kaafarat tersebut antarta lain melanggar sumpah, melakukan jimak (hubungan suami istri) di siang hari pada bulan Ramadhan, men-zihar istri (seorang suami menyatakan bahwa punggung istrinya sama dengan punggung ibunya), dan mempergauli istri ketika sedang melaksanakan ihram di Makkah.
Kafarat sumpah, para ulama membedakan sumpah tersebut dalam :
1.Sumpah lagw (sia-sia) seperti ucapan seseorang yang dilontarkan tanpa tujuan untuk bersumpah. Sumpah seperti ini tidak dianggap sebagai sumpah yang harus dikenai denda kafarat.
2.Sumpah qumus yakni sumpah dusta dan mengandung unsur pengkhianatan. Sumpah seperti ini tidak dikenakan kafarat menurut jumhur ulama karena hukumannya lebih besar dan berat dari kafarat.
3.Sumpah mun'aqidah yaitu sumpah yang dilakukan seseorang bahwa ia akan melakukan sesuatu di masa yang akan datang atau tidak melakukan sesuatu, namun sumpah itu dilanggarnya. (QS Al-Maidah 89)

Kafarat zihar, yaitu ucapan menyamakan punggung ibu dengan punggung istri. (QS Al-Mujaadilah ayat 3 dan 4)

Berbeda dengan jumhur ulama, ulama Mazhab Maliki berpendapat bentuk-bentuk hukuman tersebut merupakan tiga alternatif yang boleh dipilih tanpa terikat dengan tertib yang ada dalam ayat. Boleh saja yang dua didahulukan kalau kemaslahatan menghendaki demikian.
Kafarat bagi suami yang melakukan jimak (persetubuhan) pada saat ihram atau pada siang hari puasa Ramadhan. Kafaratnya adalah dengan memerdekakan budak, puasa berturut-turut selama dua bulan atau memberi makan kepada 60 orang miskin. Dasar hukum dari kafarat jimak ini adalah hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Jemaah dari Abu Hurairah.
Dari berbagai ayat dan hadis tentang kafarat tersebut terlihat bahwa tujuan kafarat adalah taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT, di samping juga memerdekakan budak, dalam arti bukan untuk menanggung resiko fisik sebagaimana yang terdapat dalam hukuman-hukuman hudud atau qishash
HUDUD Hudud adalah bentuk jama’ dari kata had yang artinya sesuatu yang membatasi di antara dua benda. Menurut bahasa, kata had berarti al-man’u (cegahan) (Fiqhus Sunnah II: 302). Adapun menurut syar’i, hudud adalah hukuman-hukuman kejahatan yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk mencegah dari terjerumusnya seseorang kepada kejahatan yang sama (Manarus Sabil II: 360).
Hudud mencakup 7 jenis:
1.Had zina (hukuman Zina) ditegakkan untuk menjaga keturunan dan nasab.
2.Had al-Qadzf (hukuman orang yang menuduh berzina tanpa bukti) untuk menjaga kehormatan dan harga diri
3.Had al-Khamr (Hukuman orang yang minum Kamer (minuman memabukkan) untuk menjaga akal
4.Had as-Sariqah (Hukuman mencuri) untuk menjaga harta
5.Had al-Hiraabah (hukuman para perampok) untuk menjaga jiwa, harta dan harga diri kehormatan.
6.Had al-Baghi (Hukuman pembangkang) untuk menjaga agama dan jiwa
7.Had ar-Riddah (hukuman orang murtad) untuk menjaga agama.
HUDUD SEBAGAI KAFARAH
Dari Ubadah bin Shamit r.a, ia bertutur: Kami pernah berada di dekat Nabi SAW dalam salah satu majelis, Beliau bersabda, “Berjanji setialah kamu kepadaku, bahwa kamu tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, tidak akan mencuri dan tidak (pula) akan berzina.” Kemudian Beliau membaca seluruh ayat ini. Lanjut Beliau, “Maka barangsiapa di antara kamu yang menepati janjinya, niscaya Allah akan memberikannya pahala. Tetapi siapa saja yang melanggar sesuatu darinya, lalu diberi hukuman maka hukuman itu adalah sebagai kafarah (penghapus dosanya), dan barangsiapa yang melanggar sesuatu darinya lalu ditutupi olah Allah kesalahannya (tidak dihukum), maka terserah kepada Allah; Kalau Dia menghendaki diampuni-Nya kesalahan orang itu dan kalau Dia menghendaki disiksa-Nya.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari I: 64 no: 18, Muslim III: 1333 no: 1709 dan Nasa’i VII: 148).
PIHAK YANG BERWENANG MELAKSANAKAN HUDUD
Tak ada yang berwenang menegakkan hudud, kecuali imam, kepala negara, atau wakilnya (aparat pemerintah yang mendapat tugas darinya). Sebab, di masa Nabi SAW, Beliaulah yang melaksanakannya, demikian pula para Khalifahnya sepeninggal Beliau. Rasulullah SAW pernah juga mengutus Unais r.a untuk melaksanakan hukum rajam, sebagaimana dalam sabdanya SAW: “Wahai Unais, berangkatlah menemui isteri orang itu, jika ia mengaku (berzina), maka rajamlah!” Seorang tuan boleh melaksanakan hukuman atas hamba sahayanya. Hal ini mengacu pada sabda Nabi SAW: “Apabila seorang budak perempuan berzina, lalu terbukti ia berzina, maka hendaklah dia (tuannya) mencambuknya dengan sunguh-sungguh dan janganlah mencelanya. Kemudian jika ia berzina untuk kedua kalinya, maka juAllah ia meki sekedar dengan harga sehelai rambut.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari XII: 165 No. 6839 dan Muslim III: 1328 No. 1703).
HUKUM MENEGAKKAN HUKUMAN HAD
Diwajibkan kepada wali umur (penguasa) untuk menegakkan dan menerapkan hukuman Had kepada seluruh rakyatnya berdasarkan dalil dari al-Qur`aan, as-Sunnah dan Ijma’ serta dituntut qiyas yang shahih. Dalil as-Sunnah diantaranya adalah hadits Ubadah bin Shamit yang menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Demikian juga ulama kaum muslimin sepakat atas hal ini.
HIKMAH HUDUD
a. Siksaan bagi orang yang berbuat kejahatan dan membuatnya jera. Apabila ia merasakan sakitnya hukuman ini dan akibat buruk yang muncul darinya maka ia akan jera untuk mengulanginya kembali dan dapat mendorongnya untuk istiqamah dan selalu taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: (QS Al-Maidah 38)

b. Membuat jera manusia dan mencegah mereka terjerumus dalam kemaksiatan, oleh karena itu Allah memerintahkan untuk mengumumkan had dan menerapkannya dihadapan manusia. (QS An-Nur 2)

Syeikh ibnu Utsaimin t menyatakan bahwa diantara hikmah dari hudud adalah membuat jera pelaku untuk tidak mengulangi dan orang lain agar tidak terjerumus padanya dan pensucian dan penghapusan dosa.
c. Hudud adalah penghapus dosa dan pensuci jiwa pelaku kejahatan tersebut.

d. Menciptakan suasana aman dalam masyarakat dan menjaganya.
e. Menolak keburukan, dosa dan penyakit dari masyarakat, karena kemaksiatan apabila telah merata dan menyebar pada masyarakat maka akan diganti Allah dengan kerusakan dan musibah serta dihapusnya kenikmatan dan ketenangan. Untuk menjaga hal ini maka solusi terbaiknya adalah menegakkan dan menerapkan hudud. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: (QS Ar-Rûm 41)

Sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: